Mengenal Lebih Dekat Suku Kajang Ammatoa

Suku Kajang Ammatoa merupakan suku yang masih memegang erat kelestarian
adat dan budayanya. Suku ini terletak di Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba yang merupakan tanah tertua di dunia karena kepercayaan masyarakatnya.

Desa ini menempati lahan seluas 331 hektare dan wilayahnya dikelilingi hutan tanpa jalanan beraspal. Lokasinya sendiri berjarak 56 km dari Kota Bulukumba.
Suku Kajang merupakan suku tradisional yang menempati Kabupaten Bulukumba. Daerahnya terbagi dalam delapan desa dan enam dusun. Secara geografis, daerah Kajang terbagi dua, yaitu Kajang dalam atau “tau kajang” dan Kajang luar atau “tau lembang”. Orang Kajang luar cenderung hidup lebih modern dan bisa menerima peradaban seperti teknologi dan listrik.
Berbeda dengan Kajang dalam, di sana tidak ada listrik dan orang-orangnya
tidak diperkenankan menggunakan sandal, sebab dianggap dibuat dari teknologi.
Hingga saat ini Suku Kajang dikenal dengan hukum adat yang masih kental.
Mereka akan menjauhkan diri dari segala hal berbau modernisasi.

Pemimpin tertinggi pemangku adat Kajang ialah Ammatoa. Dalam menjalankan tugas, ia dibantu adat lima Karaeng Tallu, yaitu Galla Lombok bidang urusan luar dan dalam kawasan, Galla Puto bidang kehutanan dan lingkungan hidup, Galla Malleleng bidang perikanan dan kelautan, Puang karaeng bidang pemerintahan dan pembangunan, serta Sullehatan bidang pemerintahan khusus di tambangan.
Masyarakat Suku Kajang menjadikan hitam sebagai warna adat yang dianggap
sakral. Bahkan ketika memasuki kawasan desa, pakaian harus serba hitam. Bagi
mereka, hitam memiliki makna kekuatan dan persamaan dalam segala hal. Sederhananya, tak ada warna hitam yang lebih baik antara satu dengan lainnya.
Semua hitam adalah sama.

Untuk transportasi, jangan harap ada kendaraan modern karena mereka
terbiasa bepergian dengan menunggang kuda. Sedangkan mata pencarian warganya dibidang pertanian seperti jagung, padi, ubi, cengkeh, kakao, buah-buahan, dan karet.

Sebagian besar masyarakat Suku Kajang memeluk agama Islam. Namun, mereka juga punya kepercayaan adat yang disebut patuntung. Patuntung diartikan sebagai mencari sumber kebenaran. Bila manusia ingin mendapat kebenaran, mereka harus bersandar pada tiga pilar, yaitu Tuhan, tanah, dan nenek moyang. Rumah adat suku kajang berbentuk rumah panggung, tak jauh beda bentuknya dengan rumah adat Suku Bugis-Makassar. 

Bedanya, setiap rumah dibangun menghadap ke arah Barat. Membangun rumah melawan arah terbitnya matahari
dipercayai mampu memberikan berkah.
Bahasa yang digunakan oleh penduduk Suku Kajang adalah Bahasa Makassar
yang berdialek Konjo.

Dua buah alat musik Basing yang merupakan sebuah alat musik tiup dari
bambu menyerupai suling.

Tarian Suku Kajang adalah Pabitte Passapu. Tarian ini merupakan pesta adat
Suku Kajang. Ini adalah tradisi Suku Kajang, yaitu mengadu ikat kepala.

Salah satu makanan khas Suku Kajang ialah nasi dengan empat warna.
Delapan buah sesaji yang telah dipersiapkan mulai disusun di bilik di tepi sawah. Sesaji berupa nasi empat warna, lauk pauk, buah-buahan ini diberkati oleh Ammatoa dalam upacara Rumatang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelangkaan Minyak Goreng Saat Ini

Pentingnya Pendidikan Bagi Kehidupan